Humas Polres Sanggau,Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum
Universitas Al Azhar Indonesia Prof Agus Surono menyampaikan bahwa kerumunan
massa di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terjadi saat Presiden
Joko Widodo (Jokowi) melintas adalah suatu hal yang spontan. Karena itu dia menilai
peristiwa tersebut tidak ada unsur pidana.
"Kalau bicara kerumunan ini harus
dibedakan. Masyarakat datang secara spontan. Tidak ada undangan secara resmi
dan khusus dan Presiden tetap mengimbau masyarakat tetap mematuhi protokol
kesehatan dan menggunakan masker," kata Agus dalam keterangan tertulisnya,
Selasa, (2/3/2021).
Agus melihat, masyarakat yang hadir
adalah sebagai bentuk antusiasme ingin melihat dan berkomunikasi dengan
Presiden Jokowi. Apalagi, kunjungan Presiden ke daerah tersebut membawa
perubahan positif.
"Saya kira ini bagian dari
antusiasme masyarakat. Masyarakat ingin
melihat dan berkomunikasi secara langsung dengan pimpinannya dan jarang
terjadi. Artinya ini hal yang kita harus respon positif kehadiran presiden
untuk membawa perubahan di daerah tersebut," katanya.
Dia pun membandingkan kerumunan yang
di Maumere dengan kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Dalam kerumunan di
Petamburan, dia melihat ada suatu kesengajaan dengan suatu ajakan yang
menimbulkan perbuatan melawan hukum.
"Berbeda dengan peristiwa yang
terjadi di petamburan yang didahului unsur adanya suatu ajakan dan undangan
secara khusus. Peristiwa petamburan ada sebabnya. Sebab ajakan peristiwa yang
ada di Tebet. Dan ini yg harus dibedakan dan konsekuensi hukumnya berbeda.
Peristiwa di Maumere tidak bisa dikualifikasi masuk peristiwa pidana,"
ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pada saat
kerumunan di Petamburan, Provinsi DKI Jakarta saat itu sedang memberlakukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Artinya, ada unsur pelangggaran hukum
sesuai ketentuan UU Kekarantinaan Kesehatan khususnya Pasal 93.
"Pasal 93 jelas tidak boleh
adanya kerumunan dan menghalangi-halangi tindakan tertentu menjaga
kekarantinaan dengan baik. Karena pada situasi di Petamburan itu DKI Jakarta
masih PSBB," katanya.
Mengenai langkah penyidik Bareskrim
Polri yang menolak laporan masyarakat soal kerumunan di Maumere, dia melihat
hal tersebut suatu hal yang benar. Sebab, memang tidak ada unsur pidana dalam
peristiwa Maumere.
"Sparat kepolisian mempunyai hak
subjektif ya untuk memproses lebih lanjut atau tidak. Karena tak ada perbuatan
pidana maka tak perlu ada proses penyidikan. Kalau ada peristiwa pidana baru
dilakukan proses penyidikan. Itu pun nanti bisa saja dihentikan kalau tak cukup
bukti. Yang terjadi Maumere ini kan bukan peristiwa pidana karena tak ada
kesalahan suatu ajakan dan melawan hukum," ucapnya.
Dalam kesempatan ini, dia pun
mengimbau agar masyarakat bisa melihat suatu peristiwa secara utuh dan sesuai
fakta. Jika memang informasi yang diterima tak sesuai fakta, maka ia meminta
masyarakat tak menyebarkannya ke media sosial.
"Kita harus pintar menyaring
informasi yang berdasarkan fakta. Kalau tidak berdasarkan fakta jangan
ditambahin. Fakta itu tidak bisa berubah, tidak bisa ditambah atau
dikurangi," katanya.
Saat ini, kata Agus, banyak hal yang
jauh lebih penting untuk diselesaikan yakni salah satunya program vaksinasi
agar Indonesia bisa terbebas dari virus COVID-19.
"Kita masih banyak PR ke depan
apalagi masa pandemi. Kita harus mendorong pemerintah supaya vaksin segera
terselesaikan untuk semua lapisan masyarakat. Ini yang lebih penting untuk
Indonesia lebih maju," tutupnya.